Meneladani
Nilai-Nilai Juang Para Perumus Dasar Negara : Perumusan
dasar negara Indonesia merupakan hasil
kerja keras yang melibatkan banyak tokoh.
Tokoh-tokoh tersebut telah
berjuang dengan tulus dan
ikhlas untuk merumuskan dasar
negara. Para perumus dasar negara yang
patut diteladani nilai-nilai perjuangannya, antara lain sebagai
berikut.
1.
Ir. Sukarno
Ir.
Sukarno lahir di Blitar, Jawa
Timur pada tanggal 6
Juni 1901. Ayahnya bernama Raden Sukemi Sasrodiharjo yang masih keturunan Raja Kediri. Ibunya bernama Ida Ayu
Nyoman Rai yang masih keturunan bangsawan Bali.
Sukarno muda ketika menjadi mahasiswa di Sekolah Teknik
Bandung (sekarang ITB) mem- bentuk Partai Nasional Indonesia (PNI). Pada Kongres
PNI Pertama, Sukarno terpilih
sebagai Ketua PNI. Kegiatan
politik Sukarno muda tidak
disukai Belanda sehingga ia sering
dipenjarakan. Meskipun demikian, Sukarno tidak patah semangat untuk berjuang
memerdekakan Indonesia.
Pada
zaman pendudukan Jepang, Ir.
Sukarno diminta Jepang me- ngobarkan semangat bangsa Indonesia agar bersedia membantu melawan Sekutu. Untuk itu,
Ir. Sukarno bersama dengan
Drs. Moh. Hatta. K.H. Mas Mansyur, dan Ki Hajar
Dewantara (Empat Serangkai) ditunjuk sebagai pemimpin organisasi Putera
(Pusat Tenaga Rakyat). Namun, oleh tokoh
Empat Serangkai, Putera justru dimanfaatkan untuk menggembleng watak bangsa
Indonesia agar lebih cinta
dan rela berkorban untuk tanah airnya.
Menjelang kemerdekaan Indonesia, Ir.
Sukarno berjuang di dalam orga-
nisasi BPUPKI dan PPKI. Ir. Sukarno menyumbangkan pemikirannya
dalam pembentukan dasar negara Indonesia merdeka yang disebutnya dengan Pancasila pada lembaga BPUPKI. Ir.
Sukarno juga dipercaya menjadi
Ketua PPKI yang dipersiapkan untuk membentuk Indonesia
merdeka.
Puncaknya, Ir. Sukarno bersama Drs. Moh. Hatta
pada tanggal 17 Agustus
1945 mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia atas nama seluruh
bangsa Indonesia. Meskipun bangsa Indonesia telah merde- ka,
perjuangan Ir. Sukarno tidak berhenti begitu saja.
Pada sidang PPKI tanggal
18 Agustus 1945 Ir. Sukarno terpilih dan dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama.
Ir.
Sukarno wafat pada tanggal
20 Juni 1970 dan
dimakamkan di Blitar Jawa
Timur. Pada tahun 1986
oleh pemerintah Indonesia
Ir. Sukarno dan Drs. Moh.
Hatta dianugerahi gelar Proklamator
Indonesia.
2.
Drs. Moh. Hatta
Drs.
Mohammad Hatta lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, 12 Agustus
1902. Drs. Mohammad Hatta lebih dikenal dengan sebutan Bung Hatta adalah sosok yang
santun, rendah hati, taat beragama, dan
jujur.
Di masa
mudanya, pada tahun 1921 Hatta menuntut
ilmu di Sekolah Tinggi
Ekonomi (Handels Hogere Schools)
di Rotterdam, Belanda. Di negeri ini,
Hatta, menjadi Ketua Perhimpunan
Indonesia, suatu organisasi pergerakan mahasiswa yang mem- perjuangkan kemerdekaan
Indonesia.
Akibat
aktivitasnya, Hatta pada
tanggal 24 September 1927
ditangkap pemerintah Belanda dengan tuduhan menjadi anggota organisasi terlarang
dan menghasut orang untuk menentang pemerintah Belanda. Pada sidang pengadilan di Den Haag,
Belanda, Hatta dituntut tiga
tahun penjara. Hatta membacakan pembelaannya dengan berjudul ”Indonesia
Vrij”, artinya Indonesia merdeka. Pada
sidang itu, Hatta dinyatakan
tidak bersalah dan dibebaskan.
Bung Hatta kembali ke Indonesia dan tetap menjalankan aktivitas mencapai kemerdekaan
Indonesia. Akibatnya, pada tahun
1942 Bung Hatta ditangkap pemerintah kolonial Hindia Belanda dan dibuang ke Boven, Digul, Papua. Ia dibebaskan
setelah Jepang masuk dan menduduki
Indonesia.
Menjelang kemerdekaan Indonesia, Bung Hatta aktif
dalam mempersiapkan kemerdekaan
Indonesia. Ia menjadi anggota BPUPKI dan juga PPKI. Pada tanggal 17 Agustus 1945 Bung
Hatta bersama dengan Ir. Sukarno
mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal
18 Agustus 1945, PPKI menetapkan
dan melantik Hatta sebagai Wakil Presiden
RI mendampingi Ir. Sukarno.
Bung
Hatta wafat pada tanggal
14 Maret 1980 dan
dimakamkan di Pemakaman Umum Tanah Kusir, Jakarta. Pada tahun 1986 oleh pemerintah Indonesia Drs. Moh.
Hatta dan Ir. Sukarno dianugerahi gelar sebagai
Proklamator Indonesia.
3.
Mr. Supomo
Mr.
Supomo dilahirkan pada
tanggal 23 Januari 1903 di
Sukoharjo, Jawa Tengah. Supomo
muda bersekolah di Europeesche Lagere
School (setingkat SD) dan lulus tahun 1917.
Selanjutnya, ia melanjutkan ke Meer Uitgebreid Larger (setingkat SMP) di Solo dan
lulus tahun 1920. Setelah lulus
dari SMP Supomo kemudian berang kat
ke Jakarta meneruskan pendidikan
Rechtsschool (sekolah hukum) dan lulus
tiga tahun kemudian. Supomo setahun
kemudian mendapat kesempatan belajar di
Universitas Leiden dan memperoleh gelar
Meester In Rechten (Mr.)
dan doktor ilmu hukum.
Selama
belajar di Negeri Belanda, Supomo ikut organisasi Perhimpunan Indonesia. Setelah pulang
dari Negeri Belanda, Supomo
menjadi ahli hukum. Karena Supomo ahli hukum maka
Jepang menunjuknya untuk mengepalai Departemen Kehakiman.
Mr.
Supomo aktif dalam BPUPKI.
Dalam sidang BPUPKI
pada tanggal 31 Mei 1945 Supomo
mengajukan konsep dasar negara Indonesia merdeka. Mr. Supomo juga
aktif menjadi ketua panitia kecil
bagian dari Panitia Perancang Undang-Undang Dasar.
Ketika Indonesia merdeka, Mr. Supomo
diangkat menjadi Menteri Kehakiman. Ia juga pernah menjadi Duta Besar Republik
Indonesia untuk Inggris. Mr. Supomo meninggal pada tanggal
12 September 1958 di Jakarta dan dimakamkan di Solo. Atas jasa-jasanya,
Pemerintah Indonesia menetapkan Mr. Supomo sebagai Pahlawan Kemerdekaan.
4.
K.H. Agus Salim
K.H.
Agus Salim lahir di
kota Gadang, Bukittinggi, Sumatera
Barat pada tanggal
8 Oktober 1884. Ia seorang yang
sangat cerdas dengan penguasaan bahasa asing
yang sangat luar biasa. Ia menguasai enam bahasa asing, yaitu bahasa Prancis, Inggris, Jerman, Jepang,
Turki, dan Arab.
K.H. Agus Salim pernah menjadi Ketua Partai Sarekat Islam
Indonesia tahun 1929. Ia bersama Semaun
mendirikan Persatuan Pergerakan Buruh pada
tahun 1919. Mereka gigih menuntut kepada pemerintah kolonial Hindia Belanda agar membentuk Dewan Perwakilan Rakyat (Volskraad).
Menjelang Proklamasi Kemerdekaan, K.H.
Agus Salim termasuk salah satu anggota Panitia Sembilan dalam BPUPKI.
Ketika masa Kemerdekaan, K.H Agus Salim dipercaya menjadi Menteri Dalam Negeri
pada Kabinet Syahrir I dan
II. Beliau juga
pernah ditunjuk sebagai Menteri
Luar Negeri dalam Kabinet
Hatta.
Perjuangan K.H. Agus Salim di dalam
negeri maupun luar negeri
sangat luar biasa. Ia meninggal pada tanggal
4 November 1954 dan dimakamkan di
Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Pada
tahun 1961 pemerintah Indonesia mengangkat K.H. Agus Salim
sebagai Pahlawan Pergerakan
nasional.
5.
K.H. Abdul Wachid Hasyim
K.H Abdul Wahid
Hasyim dilahirkan di Jombang, Jawa
Timur pada tanggal
1 Juni 1914. Beliau putra
dari K.H. Hasyim Asy’ari, ulama besar
dan pendiri Nahdatul Ulama.
Abdul Wahid Hasyim muda menimba ilmu di pesantren-pesantren termasuk di
Pesantren Tebu Ireng milik
ayahnya. Abdul Wachid Hasyim adalah seorang otodidak. Ia mempelajari ilmu pengetahuan dengan cara membaca
buku-buku ilmu pengetahuan
lainnya sehingga mempunyai wawasan pengetahuan yang luas.
Pada
tahun 1935 K.H. Abdul Wachid
Hasyim mendirikan madrasah modern dengan nama Nidzamiya. K.H. Abdul Wachid
Hasyim termasuk tokoh ulama yang
kharismatik seperti ayahnya. Karena
ketokohan dan wawasannya yang luas,
ia ditunjuk sebagai Ketua Pengurus Besar Nahdatul Ulama.
K.H. Abdul Wachid
Hasyim juga termasuk salah satu
anggota Panitia Sembilan dalam
BPUPKI dan juga anggota PPKI. KH.
Abdul Wachid Hasyim mempunyai peranan
penting dalam perumusan dasar negara.
Ia bersama dengan tokoh Islam
lainnya, menyetujui adanya perubahan rumusan sila pertama dari Pancasila.
6.
Mr. Mohammad Yamin
Mr.
Mohammad Yamin lahir di Tawali, Sawahlunto, Sumatera Barat pada
tanggal 23 Agustus 1903.
Moh. Yamin muda memiliki rasa nasionalisme yang sangat besar. Hal itu dibuktikannya dengan bergabung
pada organisasi Jong
Sumatranen Bond (JBS) serta Indonesia Muda.
Moh.
Yamin sering mengkritik pemerintah kolonial
Hindia Belanda. Karena keberanian
dan kritikannya yang sangat tajam, maka Belanda mencabut beasiswa yang diberikan kepadanya. Namun, Moh. Yamin tidak
gentar menghadapinya. Pidato dan
kritikan tajam serta ajakannya untuk bersatu melawan penjajah,
dikemukakannya pada Kongres Pemuda
II di Jakarta. Dalam Kongres
Pemuda II di Jakarta, Mohammad
Yamin menjabat sebagai sekretaris
panitia kongres.
Menjelang kemerdekaan, Mr. Moh.
Yamin aktif dalam BPUPKI.
Pada tanggal 29 Mei 1945, Mr.
Moh. Yamin menyumbangkan pemikirannya ten- tang dasar negara untuk Indonesia merdeka
dalam sidang BUPKI. Ia juga terlibat dalam Panitia Sembilan di BPUPKI. Mr.
Moh. Yamin bahkan yang memberi nama hasil rumusan dasar
negara yang dihasilkan Panitia Sembilan dengan sebutan Jakarta Charter atau
Piagam Jakarta.
Setelah
Indonesia merdeka, Mr. Moh. Yamin
menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Ia pernah menjabat sebagai Ketua
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Kabinet
Ali Sastroamijoyo I dan juga
Menteri Penerangan pada Kabinet Kerja
III. Moh. Yamin meninggal pada tanggal
17 Oktober 1962. Jenazahnya dimakamkan di tanah kelahirannya Talawi, Sawahlunto. Pada tahun 1973 pemerintah Indonesia menetapkan
Mr. Moh. Yamin sebagai
Pahlawan Pergerakan Nasional.
Sumber dalam artikel Meneladani
Nilai-Nilai Juang Para Perumus Dasar Negara
materinya diambil dari Buku Bse Pendidikan Kewarganegaraan 6 SD dan MI. Selamat belajar dan semoga sukses!
0 Komentar
Post a Comment